I. Defenisi Alkil Halida
Alkil halida adalah turunan hidrokarbon di mana satu atau lebih hidrogennya diganti dengan halogen. Tiap-tiap hidrogen dalam hidrokarbon potensil digantikan dengan halogen, bahkan ada senyawa hidrokarbon yang semua hidrogennya dapat diganti. Senyawa terfluorinasi sempurna yang dikenal sebagai fluorokarbon, cukup menarik karena kestabilannya pada suhu tinggi.
Kebanyakan alkil halida adalah cair; bromida, iodida, dan polihalida umumnya mempunyai kerapatan >1. Alkil halida tidak larut dalam air, tetapi dapat saling melarutkan dengan hidrokarbon cair. Kimiawan sering menggunakan RX sebagai notasi umum untuk organik halida, R menyimbolkan suatu gugus alkil dan X untuk suatu halogen.
Perlu dicatat bahwa halogen adalah atom-atom berelektrogenatif tinggi dan hanya kekurangan satu elektron untuk mencapai konfigurasi gas mulia. Oleh itu halogen dapat membentuk ikatan kovalen tunggal atau ionik yang stabil.
II. Reaksi Subtitusi Nukleofilik
Suatu nukleofil (Z:) menyerang alkil halida pada atom karbon hibrida-sp3 yang mengikat halogen (X), menyebabkan terusirnya halogen oleh nukleofil. Halogen yang terusir disebut gugus pergi. Nukleofil harus mengandung pasangan elektron bebas yang digunakan untuk membentuk ikatan baru dengan karbon. Hal ini memungkinkan gugus pergi terlepas dengan membawa pasangan elektron yang tadinya sebagai elektron ikatan. Ada dua persamaan umum yang dapat dituliskan:
III. Mekanisme Reaksi Subtitusi Nukleofil
a. Mekanisme SN1
Ada analogi menarik perihal SN1,
fenomenanya mirip-mirip dengan pasutri yang harus melabuhkan kapal ditengah
lautan, lalu berjalan berlawanan dengan damai karena tidak adanya dukungan
keadaan (cerai/pisah/terionisasi maksudnya). Disinilah terbuka peluang bagi
“calon-calon” gugus datang yang ingin mengisi kekosongan. Alhasil, mudah bagi
si calon untuk mengisi “kursi” yang ditinggalkan sang mantan.
Pada mekanisme SN1
substitusi terjadi dua tahap. Lambang 1 digunakan sebab pada tahap lambat hanya
satu dari dua pereaksi yang terlibat, yaitu substrat. tahap ini tidak melibatkan
nukleofil sama sekali. dikatakan, bahwa tahap pertama bersifat unimolekuler.
Adapun cara mengetahui suatu
nukleofil dan substrat bereaksi dengan mekanisme SN2 yaitu :
1. Kecepatan reaksi tidak bergantung
pada konsentrasi nukleofil. Tahap penentu kecepatan adalah tahap pertama
nukleofil tidak terlibat. Setelah tahap ini terjadi, ion karbonium bereaksi
dengan nukleofil.
2. Jika karbon yang membawa gugus bebas
bersifat kiral, reaksi mengakibatkan hilangnya aktivitas optic (yaitu,
rasemisasi). Pada ion karbonium, hanya ada tiga gugus yang melekat pada karbon
positif. Karena itu, karbon positif mempunyai hibridisasi sp2 dan
berbentuk datar.
3. Jika substrat R-L bereaksi melalui
mekanisme SN1, reaksi berlangsung cepat jika R merupakan struktur tersier,
dan lambat jika R adalah struktur primer. Reaksi SN1 berlangsung
melalui ion karbonium, sehingga urutan kereaktifannya sama dengan urutan
kemantapan ion karbonium. Reaksi bergantung lebih cepat jika ion karbonium
lebih mudah terbentuk.
Jadi, reaksi substitusi nukleofilik
terdiri dari dua jenis yaitu substitusi nukleofilik bimolekuler (Sn-2) dan
substitusi nukleofilik unimo-lekuler (Sn-1). Reaktan yang lazim digunakan untuk
reaksi substitusi nukleofilik adalah organo halida karena ion halogen (X")
adalah mempakan nukleofil yang sangat lemah (gugus pergi) yang baik.
Gugus pergi terlepas
dengan membawa pasangan elektron, dan terbentuklah ion karbonium. Pada tahap
kedua (tahap cepat), ion karbonium bergabung dengan nukleofil membentuk
produk
Pada mekanisme SN1,
substitusi terjadi dalam dua tahap. Notasi 1 digunakan sebab pada tahap lambat
hanya satu dari dua pereaksi yang terlibat, yaitu substrat. Tahap ini sama
sekali tidak melibatkan nukleofil. Berikut ini adalah
ciri-ciri suatu reaksi yang berjalan melalui mekanisme SN1:
1. Kecapatan reaksinya
tidak tergantung pada konsentrasi nukleofil. Tahap penentu kecepatan reaksi
adalah tahap pertama di mana nukleofil tidak terlibat.
2. Jika karbon pembawa
gugus pergi adalah bersifat kiral, reaksi menyebabkan hilangnya aktivitas optik
karena terjadi rasemik. Pada ion karbonium, hanya ada a gugus yang terikat pada
karbon positif. Karena itu, karbon positif mempunyai hibridisasi sp2 dan
berbentuk planar. Jadi nukleofil mempunyai dua arah penyerangan, yaitu dari
depan dan dari belakang. Dan kesempatan ini masing-masing mempunyai peluang 50
%. Jadi hasilnya adalah rasemit. Misalnya, reaksi (S)-3-bromo-3-metilheksana
dengan air menghasilkan alkohol rasemik.
X yang melalui mekanisme
SN1 akan berlangsung cepat jika R merupakan struktur tersier, dan
lambat jika R adalah struktur primer. Hal ini sesuai dengan urutan kestabilan
ion karbonium, 3o-Spesies antaranya
(intermediate species) adalah ion karbonium dengan geometrik planar sehingga
air mempunyai peluang menyerang dari dua sisi (depan dan belakang) dengan
peluang yang sama menghasilkan adalah campuran rasemik Reaksi substrat R >
2o >> 1o.
Berbeda dengan SN1,
reaksi SN2 (bimolekular) melibatkan dua gugus sekaligus selama
proses substitusi berlangsung. Artinya reaksi akan sangat dipengaruhi oleh
kekuatan masing-masing gugus baik gugus datang maupun gugus pergi. Jika gugus
yang datang merupakan pendonor elektron yang lebih baik dari gugus yang akan
pergi, maka reaksi substitusi akan berlansung dengan mudah, sebaliknya jika
gugus pergi cenderung lebih baik dari gugus datang maka reaksi akan cenderung
lambat bahkan tidak berlangsung sama sekali.
Jika produk SN1 berupa rasemat maka produk
SN2 berupa produk inversi (terbalik) yang dikenal sebagai inversi
Walden.
Adapun ciri reaksi SN2
adalah:
1. Karena nukleofil dan
substrat terlibat dalam langkah penentu kecepatan reaksi, maka
kecepatan reaksi tergantung pada konsentrasi kedua
spesies tersebut.
2. Reaksi terjadi dengan pembalikan (inversi)
konfigurasi. Misalnya jika kita mereaksikan
(R)-2-bromobutana dengan
natrium hidroksida, akan diperoleh (S)-2-butanol.Ion hidroksida menyerang dari
belakang ikatan C-Br. Pada saat substitusi terjadi, ketiga gugus yang terikat
pada karbon sp3 kiral itu seolah-olah terdorong oleh suatu bidang datar
sehingga membalik.
Karena dalam molekul ini OH mempunyai perioritas yang sama dengan Br, tentu
hasilnya adalah (S)-2-butanol. Jadi reaksi SN2 memberikan hasil inversi.
3. Jika substrat R-L bereaksi melalui mekanisme
SN2, reaksi terjadi lebih cepat apabila R
merupakan gugus metil
atau primer, dan lambat jika R adalah gugus tersier. Gugus R sekunder mempunyai
kecepatan pertengahan. Alasan untuk urutan ini adalah adanya efek rintangan
sterik. Rintangan sterik gugus R meningkat dari metil < primer < sekunder
< tersier. Jadi kecenderungan reaksi SN2 terjadi pada alkil halida adalah:
metil > primer > sekunder >> tersier.
c. Perbandingan Mekanisme SN1 dan SN2
Tabel berikut memuat ringkasan mengenai mekanisme
substitusi dan mebandingkannya dengan keadaan-keadaan lain, seperti keadan
pelarut dan struktur nukleofil.
Tabel1: Perbandingan
reaksi SN2 dengan SN1
IV. Permasalahan
a. Mengapa Nukleofil harus mengandung pasangan elektron
bebas yang digunakan untuk membentuk ikatan baru dengan
karbon ?
b. Salah satu ciri reaksi yang berjalan melalui mekanisme SN1,
adalah pada tahap penentu kecepatan reaksi, pada tahap
pertama ini nukleofil tidak terlibat. Mengapa ?
c. Pada mekanisme SN2, jika gugus yang datang merupakan
pendonor elektron yang baik daripada gugus yang akan pergi,
maka reaksi subtitusi akan berlangsung dengan mudah,
sebaliknya jika gugus pergi cenderung lebih baik dari gugus
datang maka reaksi akan cenderung lambat, bahkan tidak sama
sekali. Mengapa demikian ?
Saya akan menjawab permasalahan pertama.
BalasHapusDalam reaksi substitusi nukleofilik, gugus pergi terlepas dengan membawa pasangan elektron yang tadinya sebagai elektron ikatan. Dalam reaksi substitusi nukleofilik, nukleofil harus mengandung pasangan elektron bebas yang digunakan untuk membentuk ikatan baru dengan karbon. Karena dengan adanya pasangan elektron bebas maka nukleofil akan lebih mudah dalam membentuk ikatan baru dengan karbon. Hal yang berbeda akan terjadi jika nukleofil tidak memiliki elektron bebas atau hanya memiliki elektron ikatan, maka nukleofil akan sulit untuk bergabung dengan suatu karbon (tidak ada tempat nukleofil berikatan dengan karbon).
saya akan menjawab permasalahan yang kedua. dalam mekanisme sn 1 terdiri dari dua tahap. Pada tahap pertama, ikatan antara karbon dan gugus bebas putus, atau substrat terurai. electron – electron ikatan terlepas bersama dengan gugus bebas, dan terbentuklah ion karbonium. pada tahap ini nukleofil tidak terlibat, yang terlibat adalah antara gugus bebas putus dan karbon. Pada tahap kedua, yaitu tahap cepat, ion karbonium bergabung dengan nukleofil akan membentuk hasil. tahap pertama adalah tahap penentu kecepatan reaksi, maka dari itu kecepatan reaksi tidak bergantung pada nukleofil tetapi hanya bergantung pada substrat.
BalasHapusSaya heni yulianti (A1C116034) akan mencoba menjawab permasalahan ketiga
BalasHapusNukleofil menyerang dari belakang ikatan C-X. Pada keadaan transisi, nukleofil dan gugus pergi berasosiasi dengan karbon di mana substitusi akan terjadi. Pada saat gugus pergi terlepas dengan membawa pasangan elektron, nukleofil memberikan pasangan elektronnya untuk dijadikan pasangan elektron dengan karbon. Notasi 2 menyatakan bahwa reaksi adalah bimolekuler, yaitu nukleofil dan substrat terlibat dalam langkah penentu kecepatan reaksi dalam mekanisme reaksi.
Tahapan reaksi substitusi nukleofilik bimolekuler, SN2
Nukleofil menyerang dari belakang ikatan C — X. Pada keadaan transisi, nukleofil dan gugus pergi berasosiasi dengan karbon di mana substitusi akan terjadi. Pada saat gugus pergi terlepas dengan membawa pasangan electron, nukleofil memberikan pasangan elektronnya untuk dijadikan pasangan elektron dengan karbon.
Diagram perubahan energi reaksi SN2
Dan juga Dengan adanya partisipasi gugus tetangga, konfigurasi produk sama dengan substrat. Partisipasi gugus tetangga ini juga dapat mempengaruhi kecepatan reaksi. Jika suatu gugus tetangga mempengaruhi reaksi melalui suatu jalan yang menyebabkan peningkatan kecepatan reaksi, maka gugus tetangga tersebut dikatakan sebagai ―anchimeric assistance‖